Berintik putik bulir air, mengendap menunggu waktu untuk tumpah ruah. Mataku berubah menjadi kabut, menjelma selaksa awan di ketinggian angkasa. Menyerupai tirai asap yang menggumpal. Mengkristal di langit kelabu. Menunggu angin membawa kotoran di udara. Mengembun mengabur pandangan. Aku merasa sepi dan sunyi. Terpuruk dan terpencil. Kusapukan telapak kanan, aku ingin menyirnakan awan itu. Namun, yang ada hanya buliran-buliran halus menetes deras menjadi hujan di keheningan. Mengalir perlahan pada sungai kecil di mataku. Aku telah merangkai air terjun. Keduanya saling bersisian kiri dan kanan. Semakin deras mengalir seiring berjalannya waktu yang telah ringkih. Belum pernah aku menangis seperti ini, asaku melayang berbalut sayap yang telah patah. Sosok lelaki itu telah pergi bersama rinai hujan yang menghapus bekas jejak langkahnya. Hanya punggung tegapnya yang meninggalkan rindu.
Rindu disapa hujan, maka biarkan ia basah...
Diposting oleh
coey_paringin
04 Mei 2009
8 komentar:
Pertamaxxxxxxxxx dulu ah....
wah sapa kah yang dimaksud :D
smoga hujan turun tapi ndak banjir, amin
beh lah dasar pemburu manusiahero nih.. wakakak...
saya jg bertanya2 siapakah pria yg dimaksud..
Wuih, keren deh :) penyair yah...??? Ana suka dengan kata2 rinai, sejak dulu lagi, entah kenapa. Aneh yah...???
Ampun coey, ane nga bisa momen apapun, pesannya terlalu dalam membanjiri otakku. Keren
manusiahero & aidicard : waduuh,, saya juga ndak tau siapa lelaki itu, soale yang terliat cuma punggungnya,,, hehehe
novianto : semoga aja mas ga banjir, hmm tapi...
Anazkia : wew,, sama donk, mungkin karena rinai identik dengan hujan, n hujan identik dengan kesejukan dan keberkahan
Syafwan : lah,,, emang itu bukan komen yah bro ???
Dikutip dg perubahan sedikit dari Majalah Annida No. 13/XII/1-15 April 2003..
Posting Komentar