Guruku Sayang (Surat cinta dari seorang murid sekaligus guru)

Assalamu’alaikum,

Saya tulis surat ini untuk ibu-ibu dan bapak-bapak guru yang pernah saya kenal sepanjang hidup saya…

Hari ini, setelah kurang lebih 18 tahun berlalu dalam hidup saya bersama ibu dan bapak semua baik di pendidikan formal maupun informal, meninggalkan sepotong episode masa lalu dan kenangan, episode sejarah yang membuat saya kini merasakan bahagia dalam ilmu. Saya akhirnya bisa ada di posisi yang sama seperti yang bapak dan ibu ‘tempati’. Ya. Alhamdulillah, saya juga seorang guru sekarang, setelah melalui perjalanan panjang tentunya.

Perasaan saya? Alhamdulillah senang tentu. Namun kalau kembali menengok ke masa lalu, ada perasaan malu sedikit, karena jujur waktu memutuskan jurusan kuliah, jadi guru bukanlah pilihan pertama saya. Jurusan kuliah pilihan pertama saya adalah teknik sipil. Namun takdir berkata lain, justru pilihan kedualah yang lulus.

Kuliah di fakultas keguruan telah menempa paradigma dan pemahaman saya tentang arti seorang guru. Saat lulus kuliah saya tidak langsung mengabdi jadi seorang guru, tapi malah melenceng kerja di rumah sakit umum daerah, karena dulu saat lulus kuliah ada yang langsung nawarin kerja di RS. Hitung-hitung cari pengalaman kerja, ya sudah saya ambil pekerjaan itu. Namun setelah kurang lebih dua tahun kerja di sana, ada sesuatu yang hilang dalam jiwa, merasa kehilangan cita-cita. Cita-cita yang mulai tertempa saat kuliah. Akhirnya kerja di RS pun saya tinggalkan.

Sekarang, walau baru sebentar menjalani profesi ini. Saya merasakan jadi guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Betapa jadi guru bukan hanya sekedar mengajar saja, tapi juga mendidik dan mengabdi. Guru harus jadi garda terdepan dalam penyampaian kurikulum. Padahal tau aja kurikulum kita puadettnya minta ampun. Sementara seorang guru yang baikkan tidak hanya harus menyelesaikan kurikulum itu, dia juga harus menanamkan pemahaman tentang mata pelajaran dan nilai keteladanan ke murid-murid. Jangan sampai murid hanya pintar menghapal doang, padahal nggak ngerti apa-apa. Apalagi kalau hanya pintar nyontek (hiks...hikss... amanah yang berat)

Saya sadar, jadi seorang guru juga harus dibekali kesabaran yang tinggi plus pengertian dan kelapangan hati yang seluas samudera.
Musti banyak istighfar menghadapi murid yang bandelnya minta ampun, jutek atau yang suka cekikikan dalam kelas saat pelajaran berlangsung (wah, kayaknya saya banget tuh waktu jaman skul dulu hehehe,, maaf-maafkan ya Pak, Bu).

Jadi guru berarti siap sabar, siap sport jantung, siap ngajar dan siap ditinggal murid-muridnya.
Seorang guru kerapkali disebutkan punya satu wajah dominan: PENGABDIAN. Bagaimanapun beratnya pilihan menyampaikan informasi, ilmu dan makna pada anak didik adalah pilihan jiwa. Di dalamnya ada resiko kesepian, di dalamnya juga ada hasrat perpanjangan kearifan.
Seorang guru adalah saksi terasing, namun setelah mendidik murid-muridnya, ia tetap tidak akan melupakan mereka, dan tidak akan melepaskan cintanya dari mereka.

Terlepas dari begitu banyaknya tuntutan terhadap sosok bernama guru itu, saya jadi berpikir kalau seharusnyalah sosok guru itu benar-benar merupakan perpaduan antara ketangguhan, kecerdasan, keluasan wawasan, dan sumber kasih sayang.

By the way, sekian dulu surat dari murid sekaligus guru sekarang. Terimakasih yang sebesar-besarnya buat semua guru yang telah berjasa mendidik anak-anak bangsa.
Doakan saya mampu menjadi guru yang bisa jadi orang tua, kakak dan sahabat bagi murid-murid saya. Dan jadi guru yang baik dan benar juga tentunya :)


Wassalam

11 komentar:

eka 25 Juni 2009 pukul 13.15  

selamat yah,, sudah mendapatkan cita-citanya kembali,,,

Sinta Nisfuanna 25 Juni 2009 pukul 14.04  

sekarang aku pengen banget jadi guru TK ato SD...kayaknya setelah keluar dari kantor bakal nglamar ke sekolah deh...makasih mbak, suratnya bikin aku makin semangat buat jadi guru

sawali tuhusetya 26 Juni 2009 pukul 01.21  

hmmm ... sebuah surat yang menyentuh dan mengharukan, bu hasanah. semoga murid2 kita tetep sayang dan mengingat kita meski sudah zaman terus berganti.

Anonim 26 Juni 2009 pukul 10.59  

Jadi ceritanya Guru yang di Guruin dong, hehehe...

saya juga mengucapkan terima kasih buat guru Tk,

karena merekalah semua bermula, tul gak?

anazkia 26 Juni 2009 pukul 15.12  

Suatu ketika dulu aku pernah menuliskan di sebuah buku. Bahwa, cita-citaku menjadi seorang guru. Kini, setelah waktu berlalu, nasib membawaku hanya sebagai seorang pembantu. Wekekeke.. jauh amat yah...???

Selamat yah bu guru... Nur, ada FB gak?

Anonim 27 Juni 2009 pukul 06.52  

itulah taqdir gak ada yang bisa nebak,contohnya saya sendiri sekarang meengalami itu semua.

Anonim 27 Juni 2009 pukul 06.56  

itulah takdir gak ada yang bisa nebak,contohnya saya sendiri sekarang mengalami itu semua...

Anonim 27 Juni 2009 pukul 07.06  

BU,BERKUNJUNG KE FACEBOOK ULUN DONK !!
NIE SYARIF,MAIL'X afgansyarif@yahoo.com

coey_paringin 27 Juni 2009 pukul 15.25  

eka : makasih ya Ka,,
Penikmat buku: mudahan lamarannya bisa keterima euy,,
Pak Sawali : amiin,, seperti guru yang tak pernah melupakan murid2nya
qori : yup,, proses belajar dan mengajar namanya nduk :)
anazkia : weleh,,weleh pembantu super kale ye,,
anonim : hmm,, betul-betul

mamusiahero 28 Juni 2009 pukul 10.36  

amieenn.. semoga guru2nya membaca ini.. :D

Anonim 29 Oktober 2009 pukul 15.21  

selamat untuk kita semua seorang guru. hidup - hidupilah seorang guru agar tetap hirup hidup dalam kesabaran

Posting Komentar