Sengketa di Perairan Ambalat

Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Malaysia memberikan konsesi pengelolaan migas di perairan Ambalat kepada perusahaan minyak asal Belanda, Shell, pada 16 Februari 2005 lalu. Malaysia memberikan konsesi wilayah pertambangan yang mereka namakan Blok ND7 dan ND6, setelah Shell memenangkan blok migas itu bulan September 2004. Malaysia menganggap wilayah perairan di Ambalat adalah masuk dalam wilayah kekuasaan mereka sesuai dengan konvensi PBB tentang hukum laut.

Mengapa Malaysia begitu ngotot dengan klaim mereka atas Ambalat. Malaysia nekat mengklaim Blok Ambalat berdasarkan peta yang dibuat secara sepihak pada tahun 1979. Peta tersebut telah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai Wilayah Malaysia. Pada tahun 2002 Malaysia memperoleh legitimasi atas peta tahun 1979 dengan adanya putusan Mahkamah Internasional yang memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan berada di bawah kedaulatan Malaysia..

Dan memang demikianlah adanya. Setelah mengumumkan pemberian konsesi wilayah Ambalat kepada Shell, Malaysiapun bertindak agresif. Kapal-kapal nelayan Indonesia yang masuk wilayah yang mereka klaim di kejar-kejar, bahkan salah satunya ditabrak dengan sengaja. Peristiwa itu terjadi beberapa tahun yang lalu dan dalam waktu yang belum terlalu lama. Dan saat ini Malaysia kembali bertingkah mengobok-obok perairan Ambalat.

Kita tentu heran, mengapa persoalan ini tidak kunjung diantisipasi oleh pemerintah. Padahal kalau mengacu kepada konvensi Hukum Laut pada 1982 di Jamaica, Malaysia tidak masuk dalam kategori negara maritim sehingga tidak bisa mengklaim bahwa kawasan Ambalat itu sebagai wilayah Zona ekonomi Eklusif (ZEE)-nya. Di konvensi itu, yang termasuk negara kepulauan diantaranya Indonesia dan Filipina. Tidak ada Malaysia di sana. Jadi hak Indonesia di wilayah itu sangat kuat dan tidak bisa dipandang sebelah mata.

Sesungguhnya, Malaysia sudah memasukkan wilayah perairan Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya sebelum memenangkan Sipadan-Ligitan, yaitu melalui peta yang dibuat tahun 1979 secara sepihak. Peta konvensional itu tentu saja tidak d akui oleh negara-negara yang berbatasan langsung dengan Malaysia, seperti Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, termasuk Indonesia. Akibatnya wilayah laut di perairan daerah Ambalat menjadi sengketa perbatasan.

Sengketa di Peraitan Ambalat harus di selesaikan satu demi satu, karena tidak bisa ditentukan sepihak. Artinya Indonesia tidak berhak menentukan sepihak, dan Malaysia juga tidak berhak menentukan sepihak. Maka jalan terbaik adalah melaksanakan perundingan bilateral diantara keduanya.

Bila perundingan bilateral tidak dapat menghasilkan kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia mengenai perairan Ambalat. Mengapa tidak mencoba jalan joint exploration dan joint exploitation. Dengan membagi dua daerah yang bersengketa, kemudian dilakukan eksplorasi bersama. Hasilnya dibagi 50 : 50 antara kedua negara dan dibawa ke negara masing-masing. Mungkin jalan ini bisa menguntungkan kedua belah pihak. Karena, kita ketahui di perairan Ambalat cukup tersedia cadangan minyak. Wilayah itu akan dapat dieksplorasi lebih ekonomis, kalau Indonesia mau menggabungkan kemampuan sumber daya alam kita dengan Malaysia. Juga pada aspek transportasinya, diperlukan kapal-kapal tangker untuk membawanya ke negara masing-masing, atau diperlukan pipa-pipa laut untuk mengalirkan sumber daya alam itu ke negara masing-masing. Jadi bebannya bisa dipikul bersama. Sehingga tidak ada jalan buntu untuk mengatasi persengketaan itu. Tidak ada lagi sekarang di dunia beradab menyelesaikan sengketa bilateral dengan senjata. Itu termasuk dalam penyelesaian cara-cara yang tidak beradab.

Dengan adanya peristiwa Ambalat, hendaknya dapat dijadikan pelajaran bagi pemerintah Indonesia mendatang, betapa perlunya kekuatan armada perang Indonesia diperbaiki kekuatan dan kualitasnya. Karena kalau armada dan peralatan yang dikerahkan untuk mengawasi perairan dan daerah teritorial sudah berusia tua, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia akan terus dilecehkan. Dan jika persoalan lemahnya persenjataan militer Indonesia ini tidak segera diantisipasi, maka tentu akan sangat sulit untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia yang mencapai 7 juta kilometer persegi dengan puluhan ribu pulaunya.[]

2 komentar:

manusiahero 8 Juni 2009 pukul 21.20  

Perang aza kali ya.. hohoh.. malah bikin runyam :D

Anonim 12 Juni 2009 pukul 11.14  

Kelemahan orang islam itu tak mau bersatu, seandainya malaysia itu mau bersatu, kan bisa dibagi bersama. karena orang islam itu bersaudara.

Posting Komentar