Momentum, haruskah terlewat begitu saja?

Pagi itu hp ku berdering, sebuah sms masuk, isinya cukup menghenyakkan
“rencana tempat yang akan kita pakai buat acara talk show IC (Iqro Club, red) telah di booking orang lebih dulu”

Antara rasa percaya dan tidak, karena terakhir aku melihat list pemakaian gedung masih kosong untuk tanggal itu. Kami terlambat memesan gedung itu, ternyata satu hari sebelumnya sudah dipesan untuk rapat koperasi pegawai negeri. Sekelebat hasil keputusan rapat, konsep acara, setting tempat yang sudah matang seketika menjadi buram.

Menit terus berjalan siang itu, aku tenggelam dalam rutinitas pekerjaan yang melelahkan, ditambah suasana yang panas menguapkan polemik talk show yang masih dalam rencana untuk sementara.

Tepat jam tiga siang sms masuk dihp boengasku
“RAPAT, habis Ashar di sekre, membahas tempat acara talk show”.

Sepulang dari tempat kerja akupun langsung meluncur ke sekre, sesampai di sana ternyata tidak ada satupun teman-teman seperjuangan kelihatan batang hidungnya *hiks....hiks T-T :(*.


Setelah kuhubungi, ternyata 3 orang panitia masih ikut seminar di aula “Mayang Baurai”, tidak ada konfirmasi pembatalan rapat, padahal hari semakin sore. Bosan menunggu yang lain akhirnya kuputuskan untuk pergi ke warnet, browsing puisi yang akan dibacakan saat talk show nanti. Beberapa menit berselancar di dunia maya akhirnya aku menemukan puisi yang tidak aku ketahui nama penulisnya, puisi “jika aku jatuh cinta”.


Puisi itu berhasil ku donlod, dan di saat ingin mengcopy tuh puisi,,
ASTAGA,,, flasdisk tidak kutemukan dalam tas. Walhasil, kuputuskan untuk pulang ke rumah mengambil flasdisk *merasa rugi klo ga ngopy hasil browsing, padahalkan aku harus bayar tuh warnet hehehe,,,*.

Setengah jam kemudian hpku berdering, icha calling
“assalamu’alaykum,, kami sudah selesai seminarnya, tempat rapat dipindah ke markas aja, lebih dekat dengan tempat seminar, kami segera meluncur ke sana”
Wuihh, IC memang punya markas rahasia selain sekretariat, hanya pengurus inti yang bisa datang ke sana :).

Jam setengah enam sore tepat rapat dimulai, rapat dibuka dengan singkat tanpa tausyiah, ternyata teman-teman sudah melist tempat2 alternatif. Ada 15 tempat yang memungkinkan bisa digunakan. Satu persatu tempat-tempat itu kami analisa, dan hasilnya cukup menyedihkan. 13 tempat tereleminasi, terkait tetek bengek yang menyulitkan, mulai dari masalah perijinan, ruangan yang sempit sampai lokasi yang tidak representatif *ternyata Balangan masih kekurangan gedung besar untuk acara besar*.
”Huuhh”
semua yang hadir rapat menghela nafas berat.
Kami putuskan untuk langsung mensurvei sekaligus membooking tempat yang tersisa, takut tragedi booking tempat terulang lagi. Pilihan jatuh ke aula MIN

Matahari sudah redup tatkala aku bersama 3 temanku langsung meluncur menuju rumah pengelola aula MIN, dan lagi-lagi kekecewaan yang di dapatkan, tak ada satu penghunipun di rumahnya. Kami putuskan untuk menunggu, karena hari itu juga masalah tempat acara harus dipastikan.
Petang terus beranjak, cahaya merah yang bergelayut di atas langit sana perlahan mulai menghilang, di detik-detik terakhir penantian kami, pengelola aula datang.

”Assalamu’alaykum Pa, pian pengelola aula MIN yah?
kami mau menyewa aulanya buat acara bisa ga”
Tembak temanku langsung tanpa basa-basi, setelah bapak itu meletakkan sepeda motornya..

Bapaknya diam sebentar sebelum berkata
“ maaf dek, aula itu sudah tidak disewakan lagi, kurang lebih sudah setahun, karena kondisinya ruangan yang tidak memadai, bocor di mana-mana”

“Hhaahh”
“Ooo”
Ucap kami serentak, tak ada kata-kata selain


”terima kasih pa, kami pamit pulang”

Petang itu, matahari di ufuk barat terus bergerak turun, menyisakan kegelapan di bagian bumi yang ditinggalkan. Segelap hati kami yang pulang dalam diam.


***

Setiap potongan waktu adalah momentum.
Setiap penggal masa adalah kesempatan.
Setiap kesempatan adalah momentum emas.
Dan kami telah melewatkan momentum itu, dengan alasan sibuk rutinitas dan saling mengharap yang lain untuk membooking tempat, akhirnya kami harus membayar mahal semua itu.



Begitulah, karena hidup memang tak mengenal siaran tunda. Apa yang menjadi jatah harinya detik itu, berlaku pula hari itu. Jatah detik sekarang, berlaku pula jam sekarang.

Tidak ada mungkin ditunda sampai esok.


Setiap kali kita melewati sepotong waktu, serentang masa, kita harus mengerti bahwa itu adalah kesempatan yang sangat berharga. Itu adalah momentum yang bisa menghantarkan kita ke hamparan bahagia atau himpitan nestafa. Semua terserah bagaimana kita menjalaninya.

Coz, setiap waktu datang ia meminta haknya, saat itu juga.

***








0 komentar:

Posting Komentar