Kejengahan Politik dan kampanye

Akhirnya…
Pemilu terbuka parpol telah berakhir, berbagai macam aksi telah dilakukan oleh tim sukses, para jurkam, caleg maupun aktivis parpol itu sendiri untuk memperoleh suara terbanyak dan kemenangan untuk parpolnya. Mulai dari mendatangkan jurkam nasional sampai artis ibukota.

Sekarang saatnya masa tenang, tapi yakin ketenangan ini tidak untuk para caleg. Mereka, para caleg itu sekarang pasti resah, merasakan tegangan dan debaran-debaran yang sedang bergejolak. Kenapa tidak, masa ini mungkin para caleg itu sedang tegang menunggu hasil perhitungan suara tanggal 9 April mendatang (itupun kalau tanggalnya tidak diubah sama KPU), atau sedang resah hitung-hitungan biaya yang telah dikeluarkan waktu kampanye tadi, apakah bakalan dapat untung atau paling tidak balik modal?

Satu hal sebenarnya yang dapat disimpulkan saat ini adalah sebuah kejengahan. Jengah melihat aksi dan manuver-manuver politik yang telah mereka lakukan. Dalam aksi kampanye mereka, beberapa parpol tidak lagi memikirkan moral anak bangsa dalam berkampanye politik. Untuk meraih simpati pemilih, mereka tidak segan saling maki-memaki sesama elit politik, bahkan yang sangat ironis lagi adegan yang hanya layak dilakukan suami-istri, mereka pertontonkan juga di tengah kerumunan massa. Dan, yang sangat disayangkan lagi saat itu banyak anak-anak dibawah usia yang ikut menikmati adegan erotis tersebut. Padahal disana ada para elit politik, jurkam nasional dan ”ulama” yang ikut berpartisipasi memeriahkan kampanye. Di mana moral para caleg yang ikut nyawer, elit politik dan ”ulama” yang ada di sana waktu itu, aksi diam mereka sama saja dengan mengaminkan moral anak negeri ini dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Tak perlu menyebut parpol apakah itu, yang jelas bagi penikmat berita baik media massa maupun elektronik pasti mafhum dengan aksi itu.

Belum lagi aksi money politic yang dilakukan untuk meraih suara pemilih. Sadarkah masyarakat pemilih yang telah menerima uang maupun bingkisan dari para caleg itu, bahwa suara mereka telah terbeli di awal pemilu. Jadi jangan heran bila nanti para caleg yang telah membayar suara mereka telah duduk di gedung DPR, dan mungkin nanti akan lupa dengan janji manis yang telah diucapkan waktu kampanye. Maka jangan marah bila para aleg hanya tersenyum di atas kursi mereka, ongkang-ongkang kaki saja di balik meja kerjanya., karena hal itu bukan sepenuhnya salah para aleg itu. Mereka telah membeli suara para pemilih di awal, jadi akhirnya jangan banyak berharap pada mereka untuk memenuhi janji-janji kampanyenya.

Mungkin ini suatu pembelajaran politik juga bagi masyarakat kita, bahwa jangan memilih caleg pelaku money politic. Jangan sampai memilih caleg yang picik, karena hanya akan sibuk membicarakan aib orang lain. Tapi jangan juga sampai memilih caleg yang biasa, karena hanya akan sibuk memperbincangkan kejadian. Solusinya pilihlah caleg yang cerdas dan bijak, karena dia akan sibuk membicarakan gagasan besar untuk membangun negeri tercinta ini. Siapakah caleg pilihan kita, itu tergantung dari isi pikiran dan isi hati kita.

Saatnya memilih caleg yang mempunyai kepemimpinan yang mengayomi seluruh kalangan sehingga mereka mendapat hak-haknya. Tidak ada rakyat yang dipimpinnya yang terdzolimi. Kepemimpinan yang memberikan keteladanan, keadilan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemimpin yang seperti ini tidak akan dapat dilakukan kecuali oleh pemimpin yang beriman dan beramal shaleh. Bukan pemimpin yang dusta, zholim, curang, penipu, menyimpang, dan yang tamak serta mementingkan kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya sendiri serta melakukan segala hal ayang merugikan bangsa dan negara untuk mencapai tujuan-tujuan sesaat. Karena pemimpin tipe seperti ini hanya melahirkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.

Detik-detik Pemilu sudah di depan mata. Saatnya memilih calon pemimpin atau caleg yang punya kapasitas besar, yang bisa menciptakan kinerja besar. Karena kalau kinerja besar maka citra kita juga akan besar. Dan itu merupakan tiga lapisan yang saling mendukung, dimana Lapisan dalamnya bernama kapasitas, lapisan tengah performance atau kinerja dan lapisan luar bernama citra.


Tiba saatnya bagi kita untuk ikut andil menentukan nasib bangsa ini, GOLPUT bukanlah suatu tindakan yang bijak bagi warga negara Indonesia.

8 komentar:

HE. Benyamine 4 April 2009 pukul 20.10  

Ass.

Masihkah ada harapan dengan pemilu dengan kejengahan?

tapi, harapan harus tetap ada, .... untuk "Saatnya memilih caleg yang mempunyai kepemimpinan yang mengayomi seluruh kalangan sehingga mereka mendapat hak-haknya. Tidak ada rakyat yang dipimpinnya yang terdzolimi. Kepemimpinan yang memberikan keteladanan, keadilan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya".

coey_paringin 4 April 2009 pukul 23.18  

wassalam

satu kebanggaan bagi ulun, karena pian telah bersedia mawarung di tenda kecil ini.

Sejumput asa menbuncah di dalam dada
Bersama semangat yang membara menapak tegar
tak kenal henti
Harapan itu masih dan akan selalu ada Pa,
untuk kebangkitan negeri tercinta ini.

syafwan 5 April 2009 pukul 00.36  

Benar sekali coey. Akhirnya kita kembali dihadapkan pada krisis kepercayaan. Apa benar janji-janji mereka akan terlaksana? Apa pemilu itu benar-benar demokratis, atau sekadar pesta yang berakhir percuma, menyisakan utang negara, lalu bayi yang baru lahir menanggungnya.

coey_paringin 5 April 2009 pukul 23.39  

hmm,,, memang sulit mencari si penepat janji, tapi insyaallah akan ada sebagian caleg yang bisa memenuhi janjinya. itupun kalau kita tidak keliru dalam menentukan pilihan saat pemilu nanti.

jangan kuatir bro, harapan itu masih ada, para arsitektur peradaban masih setia untuk merekonstruksi dan merehabilitasi negeri ini.

Ersis Warmansyah Abbas 8 April 2009 pukul 07.38  

Tenang ... nayamnkan hati ... soal Pemilu jangan bikin pusinglah

coey_paringin 9 April 2009 pukul 13.12  

yah benar sekali Pa, ulun takkan bingung dalam Pemilu kali ini, karena sudah ada pilihan yang mantep di hati.

trims bgt Pa,, telah menyempatkan diri tuk berkunjung :)

syafwan 9 April 2009 pukul 22.30  

coey, pagi ini 9 april. Akhirnya kuputuskan menuju TPS dan tidak jadi Golput. Aku contreng semua biar adil. wakakak

coey_paringin 9 April 2009 pukul 23.34  

weleh,, weleh... keputusan yang kau ambil bro, tidak dapat memberikan kontribusi yang bisa membawa perubahan pada banua kita. Bisa dipastikan kertas contrenganmu dibatalkan oleh pps, saksi dan panwaslu.

Posting Komentar